Perjalanan panjang kecerdasan buatan dimulai pada tahun 1956 ketika ilmuwan John McCarthy mencetuskan istilah AI atau artificial intelligence. Pada awalnya, pengembangan AI dibatasi oleh keterbatasan teknologi saat itu. Namun, seiring perkembangan teknologi, kecerdasan buatan semakin berkembang dan menyentuh berbagai aspek kehidupan, mulai dari otomotif, kesehatan, hingga industri.
Salah satu tonggak perkembangan kecerdasan buatan adalah pada tahun 1997 ketika mesin catur buatan IBM bernama Deep Blue mengalahkan grandmaster Garry Kasparov. Kemenangan mesin catur ini menampilkan kemampuan komputer dalam mengolah data secara cepat dan akurat. Kemudian pada tahun 2011, IBM kembali mengejutkan dunia dengan menciptakan sistem kecerdasan buatan Watson yang berhasil mengalahkan para peserta dalam acara Jeopardy!, sebuah game show televisi di Amerika Serikat.
Di Indonesia, perjalanan kecerdasan buatan belum sepanjang di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan China. Namun, beberapa perusahaan teknologi di Indonesia telah mulai mengeksplorasi penggunaan AI untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas bisnis. Selain itu, beberapa universitas di Indonesia juga telah meluncurkan program studi yang berkaitan dengan kecerdasan buatan.
Namun, seperti teknologi lainnya, kecerdasan buatan juga tidak terlepas dari kontroversi dan bahaya yang bisa timbul. Salah satu bahaya yang paling umum dibicarakan adalah AI yang dapat mempelajari atau belajar sendiri tanpa terkontrol. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa AI dapat menjadi cerdas hingga melebihi manusia dan mengambil alih pekerjaan manusia.
Oleh karena itu, perlu ada perhatian lebih dalam pengembangan kecerdasan buatan. Saat ini, berbagai perusahan dan institusi sedang mengupayakan untuk mengembangkan standar etika untuk penggunaan kecerdasan buatan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kecerdasan buatan dapat digunakan dengan benar dan tidak membahayakan masyarakat.
Dengan adanya kecerdasan buatan, manusia dapat mengambil manfaat besar, seperti meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta membantu manusia dalam masalah-masalah yang kompleks dan rumit. Akan tetapi, kita harus memastikan bahwa penggunaan kecerdasan buatan dilakukan dengan etika dan bertanggung jawab. Dengan begitu, kecerdasan buatan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan sama-sama menjaga keseimbangan antara teknologi dan kemanusiaan.